Cerita Isham MahmudPembantaian
Malam telah berlalu. Sebentar lagi fajar akan membentang. kemudian akan disusul mentari pagi di ufuk timur. Bunga2 mengharum semerbak dan burung2 pun telah keluar dari sarangnya dan hinggap di ranting2 kayu.
Cahaya pagi mengetuk pintu dan masuk ke dlm rumah lewat lubang2 dinding. Udara pagi yg sejuk membelai wajah anak muda itu, shg menambah segar ybs.
Segala puji bagi Allah yg tlh menghidupkan n mematikan, dan kepadaNYA kami akan kembali, ucapnya.
Suara halus menabah keindahan ratapnya yg menggema ber ulang2, sampai dtg taqdir Allah. Ia diam dg se tenang2nya. Akan ttp ketenangan itu cepat sekali berakhir dg terdengarnya bunyi sepatu. Disusul ketukan pintu dr tangan2 kasar yg mengguncang rumah kecil itu.
"Siapa yg mengetuk ?"
"Buka pintu ! Kami akan memeriksa !"
"Baik. Tapi ada apa ?"
"Buka dulu. Nanti kami ceritakan padamu".
Pemuda itu membuka pintu dg tenang sekali, penuh kepercayaan dan dg rasa aman.
Tangan2 kasar yg mengetuk pintu keras2 tadi telah memegang dua tangan halus yg banyak sekali memegang Al.Quran.
Setelah badai kekasaran berhenti pemuda itu melengong se akan2 terbangun dari tidur nyenyaknya. Sedangkan kedua tangannya terikat rantai!
"Apakah ini ? Apakah yg tlh terjadi ?"
"Bukankah engkau yg bernama Aiman ?" tanya salah seorang dari mereka.
Aiman memperhatikan org2 yg berada dlm rumah kecil itu. Ia berusaha mengatasi ketakutan yg dirasakannya. Ia berkata pd dirinya sendiri, "Tak salah lagi, mereka inilah org2 yg diperingatkan Yasir kepadaku. Belalak mata mereka besar, penglihatan mereka yg mengandung kebencian penuh dengan kejahatan yg ganas yg akan membakar hati org2 yg kena cambuk.
"Apakah ini ?" suara gemuruh yg menggoyangkan kamar itu mengusir ketenangan.
"Ini....ini Quran".
"Quran ? Mengapa kamu menghafalkannya !
"Aku mengingat Allah di dalamnya"
"Mengingat Allah ? Ataukah kamu mencela kami dengannya ? Ini, rasakan olehmu !"
Mereka mulai memukul, me maki2 dan mencambuk Aiman.
Peristiwa ini sampai ke langit. Burung2 menceritakannya kepada pohon kayu. Sedangkan lebah membisikkannya kepada bunga yg sdg mengorak kelopak.
Temanku ! Mereka menyiksa engkau sesudah kami.**
Bangunan besar dg jendela kecil. Mereka membawa Aiman dari satu kamar ke kamar yg lain hingga sampai ke sebuah kamar yg pintunya besar. Org2 itu mengetuk pintu dan meminta izin masuk utk membawa Aiman.
"Urusan selesai pak. Tapi bapak jangan takut kpdnya.
"Pergilah. Nanti akan aku katakan kpdmu".
Org itu keluar meninggalkan Aiman di kamar lelaki besar yg memegang cambuk.dengan ujung diberi minyak.
"Baik, ya Aiman. Di mana engkau sembunyikan selebaran itu?".
"Selebaran apa.?"
"Selebaran yg diberikan Yasir kepadamu".
"Yasir tdk memberikan apa2 kepada saya, kecuali.."
"Kecuali apa ?"
"O, jelas kamu tak mau memberi jawaban kpdku. Mengakulah. Itulah yg lbh baik utkmu. Yasir tlh mengaku"
Darah mengucur pada kedua pipinya. Memercik kebagian mukanya yg lain. Lelaki besar itu merasa puas dan lega.
"Apa yg akan kaukatakan?. Apakah kau tak akan mengaku?
"Saya siap2 utk menjawab"
Blm lg selesai berkata. Laki2 itu tlh melepaskan pukulannya mengenai jasad Aiman.
"Pengawal !, teriaknya.. Bawa org ini ke penjara baqah tanah. jebloskan ke tempat siksaan yg terakhir.
"Siap tuan"
Aiman tak sanggup lg berjalan setelah bbrp cambuk menghujam dirinya.
Disana ia melewati tempat siksaan yg banyak sekali. Du dlmnya nampak kawannya dulu sering bertemu di bbrp mesjid. Ia dimasukkan pengawal ke sebuah kamar yg hanya muat utk tiga org. tetapi telah terisi lima orangdan enam orang dg Aiman. Kamar itu jangankan mempunyai jendela. Sebuah lubang kecilpun tidak ada. Aiman teringat akan rumah kecilnya. Ia dicambuk di atas batu yg ada di salah satu.pojok tempat siksaan itu. Khayalnya terhenti oleh bunyi tumit sepatu yg keras seperti bunyi sepatu yg didengarnya di muka rumahnya dulu. Bunyi tumit itu tak berhenti. Jelas kedengaran banyak sekali. Tiba2 ia diam memejamkan matanya, tenang, takut dan gentar.
Semua yg ada dlm tempat itu memalingkan pandangannya. Mereka berusaha mendengarkan dg melekatkan kuping ke dinding. Sebuah ledakan kedengaran mengguncang tempat siksaan itu, keras sekali. Bunyi nyala api gemuruh kedengaran bercampur suara azan, pekikan, dan tahlil.
Apakah ini ? Apakah mereka.membakar yg ada di dalamnya ?. Beruntun pertanyaan itu muncul dlm pikiran Aiman. Terasa mereka itu kecil sekali, tak ada harga sama sekali, terombang ambing di tengah2 dengung suara api dan riuh bunyi takbir.
Kegemparan kemudian berhenti. Semua berada dlm ketakutan, tak bersuara. Kembali gema tahlil mereka dengar lagi.
"Hai, picingkan matamu !. Menghadap kebelakang !" Kedengaran suara laki2 besar yg memegang cambuk itu. "Buka segera pintu camp ini. dan keluarkan binatang2 itu segera, katanya.
Tentara yg mendengar perintah itu segera mengeluarkan org2 tahanan seorang demi seorang.
"Jangan melengong!"
Tetapi Aiman menoleh ke kiri dan ke kanan.
"Apakah ini ? Ya Allah. Kasihanilah kami "
Semua dinding2 sudah merah....darah....bangkai... dlm keadaan robek2 terbujur di sana sini. Darah mengalir bagaikan anak sungai. Aiman melihat tentara2 yg berada dlm kamar siksa itu ber main2 dg bangkai2 itu dan menyepak nyepak mereka.
Aiman mulai membersihkan dinding2 yg berlumuran darah itu dan menyiramnya dg air. Kemudian air matanya mengalir. Darah bercucuran ke atas tanah lalu mengalir.
Aiman men dengar2kan apa yg sedang dibicarakan oleh prajurit2 itu. Tiba2 salah seorang berkata "Saya yakin bahwa para tahanan telah saling membunuh".
Setelah suasana tenang, Aiman teringat kembali peristiwa itu. Air matanya menetes hangat jatuh ke bumi, mengingat betapa mengerikan apa yg telah disaksikannya. Dari bibirnya keluar ucapan, "Semoga Allah akan memberikan rahmatNYA kepada para syuhada itu". Aamiin...