Hubungan kekerabatan keluargaku dengan belahan di nagari Selayo ini pada masa lalu begitu indah. Rumah gadang berukir itu adalah salah satu diantaranya. Semasa aku kecil mamakku Dt. Panjang dan Palenta Bongsu yang akan meneruskan waris dan pusako. Palenta bongsu sejak menjadi duta di negeri orang, sudah jarang pulang ke selayo. Hanya mak Dt. Panjang yang ada dikampung. Memang dimasa remaja nenek Bagindo Amin pernah bertanya kepada kedua buah hatinya ini. Mamak Palenta Bongsu memohon agar disekolahkan sampai selesai, akhirnya beliau diangkat menjadi duta di sebuah Negara di Timur Tengah. Sementara mamakku Dt. Panjang dari muda sudah ingin menetap di kampung untuk mengurus harta pusaka yang ada.
Jika ada acara perhelatan adat, keluargaku selalu diundang untuk menghadirinya. Begitu meriah acara adat yang diadakan di nagari Selayo ini. Setiap acara adat, akan dipotong seekor sapi. Kami dapat makan dengan sepuasnya. Begitu juga kesenian anak nagarinya, ada pupuik gadang, talempong, bongan dll. Kini rumah gadang itu sudah disewakan kepada orang lain agar tidak mudah lapuk dimakan rayap. Disebelah utara sekitar beberap puluh meter dari rumah gadang itu dulu ada berdiri sebuah kincir penunbuk padi. Didepan rumah gadang itu terhampar jalan nasional Padang- Solok yang ramai lalu lintasnya. Sesekali terlihat bendipun ikut berlari bersama kendaraan lainnya.
Sewaktu aku masih sekolah di Solok, beberapa kali aku datang kerumah uwo di bawah Jao yang juga masih dekat kekerabatannya dengan mamakku yang berdua itu. Kakakku yang perempuan (uni) itu setiap kali aku datang selalu merangkul pundakku dengan kasih sayang. Begitu juga uwoku itu sangat senang jika aku dating berkunjun. Suatu ketika aku datang sepulang sekolah, uwo bertanya padaku, alah makan ? (sudah makan kamu ?) sudah wo (sudah), kataku. Lalu beliau memanggil saudaranya, dan berkata. “lai banyak dapek” ? “, saketeknyah, kata mamakku itu. Rupanya beliau baru saja mengambil buah cengkeh disamping rumah. “Agiahlah kamanakan aang ko ah” ! (kasi duit keponakanmu ini ya?). Lalu mamakku itu memberiku sejumlah uang. Alangkah senangnya aku waktu itu. Dan kenangan itu begitu menyenangkan hatiku.
Hari ini aku berada disini kembali, ingin menemui kakakku yang bergelar Palenta Bongsu. Aku ingin menanyakan sejarah nagari Selayo ini. Semoga aku dapat bertemu dengan beliau tentang sejarah nagari Selayo.
Menurut cerita yang berkembang di masyarakat bahwa asal nama nagari selayo, berawal dari kata “salah iyo”. Bahwa pada zaman dahulu ninik-mamak dalam menentukan daerah-daerah yang akan dijadikan nagari terucap kata ‘salah yo?’ sejalan dengan perkembangannya sehingga akhirnya nagari ini bernama “Selayo”. Ada juga yang mengatakan bahwa nagari selayo berasal dari nama tanaman yang disebut selayu yaitu sejenis tanaman rawa yang dulu banyak terdapat disini sehingga daerah ini dinamakan Selayo.
Nagari ini merupakan salah satu dari delapan nagari yang ada di kecamatan kubung, terletak persis ditengah-tengah dari tujuh nagari yang ada. Nagari ini dilintasi oleh jalan nasional Padang-Solok yang banyak dilalui oleh kendraan-kendaraan antar kota antar propinsi dari Padang menuju Jambi, Palembang, Lampung, Riau Selatan, Jakarta dan kota-kota lain di Pulau Jawa. Sehingga kondisi transportasi untuk nagari ini cukup baik dan lancar. Dari Kota Solok banyak sekali Angkot dan bendi yang menuju nagari ini disamping becak dan ojek yang mulai banyak berkembang. Ada dua sungai yang melintasi nagari ini yaitu sungai Batang Lembang dan sungai Gawan yang sedikit lebih kecil. Sungai Batang Lembang berhulu di Danau dibawah lalu mengalir hingga ke Danau Singkarak.
Berada pada ketinggian 390-550 m dpl dengan curah hujan 2141 mm per tahun dan rata-rata hari hujannya 145,1 hari per tahun. Nagari ini berjarak 3 km dari Kota Solok. 21 km dari kota Kabupaten Aro Suka, dan 57 km dari Kota Padang. Keadaan topografis nagari ini berbukit-bukit dan merupakan bahagian dari bukit barisan. Pada sisi timur nagari ini tanahnya datar dengan hamparan sawah serta pemukiman.
Nagari ini sebelah timurnya berbatas dengan Kota Solok dan Nagari Koto Baru, sebelah barat dengan nagari Koto Hilalang dan Bukit barisan, sebelah Utara dengan Kota Solok. Sebelah selatan berbtas dengan nagari Koto Baru dan Guntungciri.
Industri yang ada di Selayo ada yang berupa industry rumahtangga, usaha jasa dan perdagangan karena nagari ini posisinya sangat strategis dilalui kendaraan dari berbagai daerah dan juga dekat dengan Kota Solok. Usaha pariwisawata juga sudah mulai di oleh oleh nagari ini berupa panorama Kayumanang, Makam Dt Perpatih Nan Sabatang, Kolam pemandian air panas di Piai dan Sapan, Irigasi Banda Panjang dan Sungai Batang Gawan yang berbatu-batu dan jernih sebagai tempat rekreasi.
Jumlah penduduk nagari ini dipekirakan sekitar 14.000 jiwa. Tercatat ada empat jorong yang ada dinagari ini yaitu: Jorong Galanggang Tangah, Jorong Sawah Sudut, Jorong Batu Palano dan Jorong Lurah Nan Tigo.
Sebahagian besar mata pencaharian penduduk yaitu bertani dengan teknik penggarapan tanah yang intensif, pemupukan tradisional. Sawah disini terhampaar dengan begitu luasnya dan sangat subur karena tesedia irigasi teknis yang baik. Selain bertani, banyak juga penduduk nagari ini yang berprofesi sebagai pedagang, pegawai dan wiraswasta.
Penduduk nagari Selayo sebahagian besar merupakan etnis Minangkabau yang terbagi ke dalam tujuh suku, masing-masing dipimpin oleh seorang penghulu suku, yaitu Tigo Korong, Ampek Niniek, Subarang Tabek, Melayu, Tambang Padang, Kampai, dan Tapi Aia.
Suku Tigo Korong terdiri dari tiga sub-suku, yaitu Caniago, Supanjang, dan Lubuk Batang; Suku Ampek Niniek terdiri dari empat sub-suku, yaitu Koto, Piliang, Jambak dan Kutianyia; Suku Subarang Tabek terdiri dari sub-suku, yaitu Subarang Tabek dan Parak Panjang. Sementara itu, Suku Kampai, Tapi Aie, Malayu dan Tambang Padang tidak punya sub-suku.
Di nagari ini dikenal ada perkawinan besar, menengah dan kecil, begitu juga adat kematian yang sesuai dengan status social secara adat.
Nagari ini secara ringkas dapat dikatakan sebuah nagari transisisi antara Luhak sebagai inti kebudayaan Minangkabau dan Rantau sebagai daerah perluasan kebudayaan Minangkabau. Sebagai sebuah daerah transisi budaya antara Luhak Minangkabau dan budaya Melayu Darmasraya. Orang-orang melayu Darmasraya masuk melalui nagari Sungai Lasi dan Guguk Sarai dari arah timur negeri ini dan juga ada yang dari Lubuk Ulang-aling seteleh memudiki sungai Batanghari – Sungai Dareh, terus ke Alahanpanjang, setelah itu menurun ke Kinari-Muarapanas hingga sampailah mereka di nagari ini. Orang-orang ini lebih banyak kegiatan usahanya dibidang perdagangan dan jasa bangunan.
Kini hari semakin sore aku ingin pamit pada kakakku untuk pulang ke rumah. “Kami pulang dulu kak, semoga dilain waktu dapat lagi ngobrol seperti ini, insyaallah kataku”. Amiin, katanya. Lalu kami bersalaman. Lalu kembali ke tempat masing-masing @@@
Leluhur saya dr pihak mamak berasal dari suku parak panjang
BalasHapus