Pasar Sapi Muara Panas
Hari masih parak siang, dan malam mulai beranjak subuh. Ditengah jalan itu sudah ramai orang berlalu lalang, menghilir hingga ke baruh. Sementara bunyi pecut dan teriakan orang menghalau ternak semakin jelas kedengaran. Rupanya hari ini, hari senen. Ada kegiatan pasar di Muara Panas.
Muara Panas adalah nama sebuah nagari di Kabupaten Solok yang termasuk kedalam wilayah Luhak Kubuang Tigo Baleh. Nagari ini bertetangga dengan Nagari Kinari, dan juga nagari Koto Anau di Kecamatan Lembang Jaya, di dalam tambo adat jika berbicara tentang kubuang tigo baleh, maka sebutannya adalah “Kinari jo Muaro Paneh”. Bukit Sundi sebagai nama kecamatan diambil dari puncak bukit yang ada di Kinari, sedangkan ibu kota kecamatannya di tempatkan dinagari Muaro Paneh (Muara Panas). Begitulah dua negeri itu dari dulu, saiyo sa tido, sa ayun sa langkah. Sa alua sa patuik. Yang sedikit mengherankanku, nagari Kinari sesuai dengan perkembangan yang ada di pecah jadi beberapa nagari yaitu Parambahan, Dilam dan Bukit Tandang, sementara negeri Muara Panas ini tidak pernah dipecah dan dikembangkan menjadi beberapa nagari, sehingga negeri ini termasuk yang terluas di kecamatan Bukit Sundi hingga saat ini.
Memang sudah lazim bagi bangsa kita untuk menamakan tempat dengan istilah muara, namun disini bukan berarti pertemuan antara sungai dan laut, tapi pertemuan antara beberapa anak-anak sungai ke sungai yang lebih besar.
Ada juga yang mengatakan bahwa asal kata Muaro Paneh itu karena ba maro-maronya panas (panas teriknya matahari bagaikan menyengat kulit) dinegeri itu. Awal Pemukiman penduduk, dimulai dari Balai Gadang. Disitu terdapat sebuah tempat yang dinamakan Puncak Malayu. Diseberangnya ada sebuah surau angku Rajo Nen Putiah, dari kaum Suku Malayu.
Di nagari ini terdapat sebuah pasar tradisional yang disebut “Paken Sinayen’ atau “Pasa Muaro Paneh”. Pasar ini hanya ramai seminggu sekali setiap hari senen. Yang menarik di pasar ini terdapat sebuah pasar ternak yang cukup besar dan terkenal di Sumatera Barat. Sistem tawar menawar harga ternak sapi dilakukan dengan merogoh tangan dibawah kain sarung. Ada beberapa orang yang aku kenal pernah menjadi pengawas dan penarik kuminte (retribusi) di pasar ini dulu, yaitu Angku Talib Tanjuang Tabuah Gadang, dan Angku Zainun Malayu Mudik, yang sering disapa dengan Angku Jembek. Pak etekku (suami etek) yang tinggal di Balai Gadang pernah manjadi kepala pasar disini.
Usaha peternakan didaerah-daerah sekitar Kecamatan Bukit Sundi memang sudah ada sejak dahulu. Disisi selatan wilayah Kecamatan Bukit Sundi banyak terdapat sentra pembibitan dan penggemukan sapi yang dikelola masyarakat. Selain sapi local juga ada sapi-sapi yang berasal dari luar negeri seperti sapi Simmental, FH, Limousin dan lain-lain.
Apabila hari telah siang, sebagian pedagang pasar dan para pengunjung akan pergi menuruni jalan kearah kandang bantai (rumah potong sapi), untuk istirahat, mandi, dan shalat Zduhur di surau angku mudo yahya (angku solok ). Disaat matahari teriknya menyengat kulit, memang terasa nikmat mandi berendam di air nan jernih sungai batang lembang yang mengalir deras.
Di Muara Panas terdapat sebuah lapangan (lapangan Limau Purut) yang sering dipakai oleh masyarakat dan pemerintah setempat untuk melakukan berbagai kegiatan, seperti pertandingan sepak bola, apel bendera dan iven-iven lainnya, seperti peringatan seabad kabupaten solok yang baru-baru ini di gelar ditempat itu. Dinegeri ini juga ada sebuah masjid di pinggir sungai batang lembang yang lazim disebut dengan Masjid keluarga Haji Dinnah, dari kaum suku Guci – Payobada. Diseberang jembatan dari masjid itu ada sebuah bangunan yang dulu pernah berfungsi sebagai Kantor Kecamatan Bukit Sundi.
Jika aku mengenang keluarga Haji Dinah ini, mataku berkaca-kaca, ingin menangis rasanya, karena aku punya beberapa kenangan indah bersama dengan beberapa keluarga ini. Disaat aku dan kawan-kawan menangkap ikan (menjala) di sungai batang lembang yang mengalir disamping masjid itu, tiba-tiba aku disapa seseorang dari atas tebing dan di tangga sungai “lai dapek nak rang? (banyak nggak ketangkap ikannya ?”). Alhamdulillah, kataku !. Orang itu terlihat bahagia. Tapi disaat aku mengenang kembali peristiwa itu, sungguh tidak tahan rasanya air mata ini rasanyamau keluar dari pelupuknya. Alangkah kasarnya budi aku waktu itu. Begitu tega tidak memberi beberapa ekor ikan, sebagai basa-basi seseorang dari nagari yang bersaudara datang menjalo ikan ke lubuk itu tanpa permisi. Keluarga ini kaya dan berada, dan tidak mengharap pemberian dari seseorang… ya sudahlah, dilupakan saja… malu aku jadinya.
Kemudian muncul lagi kejadian masa lalu, saat aku masih sekolah di Kota Padang. Aku beberapa kali diajak naik mobil bersama keluarganya. Santun dan ramah bapak itu, padahal beliau seorang pejabat tingkat provinsi, anak-anaknya juga demikian.
Nagari Muara Panas terletak di sebelah Selatan Kota Solok. Ada tiga jalan yang dapat dilewati menuju kesana. Pertama melewati jalan tengah. Kedua melewati jalan Nagari Panyakalan dan Ketiga melewati jalan Solok-Selayo, terus ke jalan Koto Baru. @@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar