Semasa sekolah di Solok dulu, aku beberapa kali naik sepeda ke danau ini untuk memancing ikan di “sarang unggeh”. Setiap kali melewati persimpangan jalan kereta api itu, di pojok sana ada sebuah rumah gadang. Hatiku selalu berdebar-debar. Kanapa ya? Rupanya cerita ibuku tentang familiku yang berada di dekat sini dulu, kini telah beralih belahan ke keluarga lain. Mamakku Malin Batuah dulu pernah kesini berjualan sate bersama temannya. Tapi lama kelamaan yang sering berkunjung ke sana adalah teman mamakku itu, sehingga akhirnya dialah yang dianggap “belahan” oleh familiku itu. Menurut cerita sampai-sampai dia diperbolehkan menggadaikan sawah yang ada disana.
Kini aku berada lagi disini, aku ingin mengelilingi danau ini. Pemandangannya indah….. sekali.
Menurut data yang ada bahwa panjang maksimal danau ini sekitar 20 km2. Lebar maksimal 6,5 km Luas permukaan sekitar 107.8 km2. Kedalam rata-rata 268 m. Volume air yang tersedia sekitar 16.1 km3. Ketinggian permukaan 363.5 m. Ikan “bilih” merupakan spesies khas yang ada di danau ini dan menjadi makanan khas dari daerah kelilinag nagari yang ada di danau ini. Menurut penelitian ada sekitar 19 spesies ikan yang hidup di danau ini. Danau ini berada di dua kabupaten yaitu kabupaten Solok dan kabupaten Tanah Datar. Ada juga spesies ikan kapiek dan balinka, gabus serta mujahir. Dengan adanya keaneka ragaman ikan tersebut menunjukkan bahwa danau ini terletak tidak terlalu tinggi dari permukaan laut.
Sejak Tour de Singkarak mulai diresmikan oleh Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi kreatif Indonesia, Sapta Nirwanda pada 14 Mei tahun 2012. Hingga kini setiap tahun ada kegiatan iven bersepeda tingkat dunia yang di laksanakan oleh sektor pariwisata dan ekonomi kreatif yang senantiasa menelusuri pinggiran danau ini.
Nagari Singkarak, terletak dipinggir danau, menjadi ikon rekreasi setiap hari libur. Nagari ini juga penghasil beras yang terkenal dengan sebutan “bareh solok’, bertetangga dengan nagari Sumani. Nagari ini terkenal dengan samba tanaknya yang khas disamping goreang ikan bilih.
Menurut cerita dulu nagari Singkarak mempunyai seorang Raja singkarak. Sebagian mengatakan bahwa nama singkarak berasal dari baban jawi nan baserak dikarenakan gerobaknya rusak. Singkarak terdiri dari lima dusun: gajah, Dalimo, Lapau Pulau, Tampunik, Lembang, Alam Indah dan Alam Permai.
Suku yang mendiami nagari ini yaitu: Piliang, Tanjuang, Tanjuang Sumpadang, Tajuang Batingkah.
Nagari Tanjuang Alai, menurut cerita Tanjuang Alai artinya tanjuang aa-lai (tanjuang apa lagi) setelah banyak tanjuang sebelumnya, seperti ampalu, bingkuang, balik dan sibarundu. Daerah yang mula-mula didiami adalah Kapalo Koto.
Nagari Tikalak, tikalak berarti penombok. Menurut cerita pada zaman dahulu ada sebuah pedati yang patah di daerah tepi danau, maka diambillah tanah tepi danau itu untuk menambal pedati yang patah tersebut. Sebelumnya tikalak satu lareh dengan nagari Aripan. Tikalah memisahkan diri dari aripan pada tahun 1800-an. Suku yang mendiami tikalak yaitu: Sumpadang, sikumbang dan Jambak.
Nagari Kacang, pada zaman dulu ada seorang leluhur yang bernama Gontiang Kacang Rasam. Maka diambillah nama nagari dari nama lewluhur tersebut. Tapi ada juga yang mengatakan bahwa sejak dari dulu terkenal hasil pertanian disini adalah kacang ria dan limau kacang. Suku yang mendiami nagari ini yaitu: Koto-Piliang, Limo Panjang, Ampek Niniak, Limo Niniak.
Nagari Saniangbaka, Luas 91,72 km2. Berada diketinggian 400 m dpl, dengan curah hujan rata-rata 1500 mm/thn. Pemukiman di nagari ini di kelilingi oleh perbukitan, yang oleh masyarakat yang dinakan hutan tunjuk dan sebahagiannya persawahan. Kontur tanah nagari ini beragam sehingga nagari ini kaya akan sumber daya alam. Nagari ini adalah merupakan penghasil perkebunan rakyat seperti kopi, cengkeh, kayu bahan bangunan dll. Selain menjadi daerah peladangan , salah satu bukit diantaranya diperkirakan mengandung batu bara.
Jorong yang ada di nagari Saniangbaka ini yaitu :
- Aia Angek
- Balai Batingkah
- Balai Panjang
- Balai Lalang
- Balai Gadang
- Kapalo Labuah
Nagari ini sebelah Utara berbatas dengan kecamatan Junjung Sirih sebelah Selatan dengan nagari Koto Sani dan Sumani, bahagian Baratnya dengan Bukit Barisan dan Kota Padang, di bahagian Timurnya dengan Nagari Singkarak.
Untuk menuju nagari ini cukup mudah, karena tersedia sarana dan prasarana transportasi darat yang memadai. Jalan yang menghubungkan nagari ini dengan daerah luar sudah bisa dilalui dengan kendaraan roda 2 dan roda 4. Akses masuk ke nagari ini dari Pasar nagari Sumani. Berjarak sekitar 5 km dari kantor Kecamatan X Koto Singkarak. Jika dari kota solok berjarak sekitar 12 km. dan 87 km dari kota Padang. Angkutan umum ke nagari ini terbatas dan hanya ada disiang hari. Jika hari sudah sore, maka dapat menggunakan angkutan alternative dengan tariff Rp 25.000.- untuk kembali ke Padang.
Untuk sampai ke nagari ini, dari kota padang ada angkutan umum jurusan padang-solok dengan tarif Rp. 10.000.- Jika hari sudah sore kendaraan umum tidak lagi ada yang berangkat ke Padang kecuali besok harinya. Untuk itu dapat memamaki kendaraan travel tariffnya Rp.25.000.- dengan tujuan Padang-solok.
Menurut cerita tambo bahwa dulu ada leluhur yang namnya si saniang. Setelah penatakan si saniang melakukan pembakaran kayu-kayu yang telah mengering . Asapnya mengepul ke angkasa dan terlihat oleh orang di daerah perbukitan seperti paninjauan, Maka dikatakan bahwa si saniang sudah membakar. Penatakan dalam membentuk teratak. Delapan orang tokoh yang turun ke nagari ini berasal dari Periangan-Padangpanjang. Suku yang mendiami nagari ini pada awalnya yaitu: suku Piliang, Sikumbang, Sumpadang (Supadang), balai Mansiang, dan Sumagek.
Nagari Sumani, asal usul nama sumani adalah dari kata “sumua (si) ani. si ani adalah salah seorang leluhur mereka. Suku-suku yang mendiami nagari Sumani yaitu: Koto, Malayu, Guci, Mandaliko, Sumagek dan Mansiang. @@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar